SERI ALLAH ADALAH KASIH – BAGIAN 3: Karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan

Banyak orang percaya bahwa Allah adalah Kasih. Namun, jika benar Allah penuh kasih, mengapa Yesus berkata bahwa pintu menuju kehidupan itu sempit, sedangkan jalan menuju kebinasaan itu lebar? Apakah ini berarti Allah sengaja membuat keselamatan sulit dicapai? Atau apakah ada makna yang lebih dalam di balik ajaran ini? Jawabannya mungkin akan mengejutkan Anda. Temukan penjelasannya dalam artikel ini!

PEMAHAMAN FIRMAN

2/5/2025

Yesus Mengungkapkan Kasih Sang Bapa

Yesus menggambarkan Allah bukan sebagai sosok yang kejam dan menghukum, tetapi sebagai Bapa yang penuh belas kasih, sabar, dan rindu memulihkan anak-anak-Nya. Dalam pengajaran dan perumpamaan-Nya, Yesus menunjukkan bagaimana Bapa melihat manusia yang tersesat dalam dosa dan mengambil inisiatif untuk menyelamatkan mereka.

1. Bapa Melihat Kita Menuju Kebinasaan dan Bertindak dengan Kasih
“Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Lukas 19:10)

Manusia ada di jalan menuju kebinasaan karena dosa. Tetapi Bapa tidak tinggal diam—Ia menyediakan jalan keselamatan dengan mengorbankan yang paling berharga bagi-Nya:

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16)

“Akan tetapi, Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8)

Allah tidak sekadar mengawasi dari jauh—Ia turun tangan secara langsung untuk menyelamatkan kita, meskipun dengan harga yang mahal.

2. Bapa Sabar dan Tidak Menginginkan Seorang Pun Binasa

“Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, seperti yang dianggap sebagian orang sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3:9)

Bapa bukan seperti ilah-ilah dunia yang cepat menghukum. Ia menunda penghakiman-Nya bukan karena lemah, tetapi karena kasih—memberikan setiap orang kesempatan untuk bertobat.

3. Bapa Berlari untuk Memeluk Anak yang Bertobat

“Ketika anak itu masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya berlari mendapatkan dia, lalu merangkul dan mencium dia.” (Lukas 15:20)

Dalam Perumpamaan Anak yang Hilang, Yesus menunjukkan hati Bapa yang rindu memulihkan:

Sang anak menyia-nyiakan warisannya, tetapi ketika ia kembali, Bapa tidak menghukumnya.

Bapa berlari menghampiri dan memeluknya—tidak ada kesalahan yang diperhitungkan.

Ia merayakan kepulangan anaknya dengan sukacita, bukan dengan teguran.

Yesus menyingkapkan kebenaran bahwa Allah bukanlah pribadi yang menanti untuk menghukum, tetapi seorang Bapa yang bersukacita dalam mengampuni dan memulihkan anak-anak-Nya.

Namun, muncul pertanyaan penting:

Jika Allah begitu penuh kasih dan ingin menyelamatkan semua orang, mengapa Yesus berkata bahwa pintu keselamatan itu sempit dan sulit dimasuki?

Bukankah seharusnya Bapa yang penuh kasih membuat keselamatan mudah bagi semua orang?

Mengapa Pintu Keselamatan Itu Sempit?

Allah ingin semua orang diselamatkan (2 Petrus 3:9), tetapi mengapa Yesus berkata bahwa pintu menuju hidup itu sempit dan sulit dimasuki?

“Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” (Lukas 13:24)

Apakah Allah Membuatnya Sulit? Tidak, Justru Ia Membuatnya Mudah

Keselamatan bukan hasil usaha manusia, tetapi pemberian dari Allah:

“Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.” (Kisah Para Rasul 16:31)

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.” (Efesus 2:8-9)

Allah tidak meminta kesempurnaan atau ritual berat—Ia hanya meminta kita percaya kepada Yesus.

Masalahnya Bukan pada Allah, Tapi Pada Kita

Jika keselamatan hanya melalui iman, mengapa Yesus mengatakan pintu itu sempit? Jawabannya ada pada hati manusia sendiri.

1. Dunia Menganggap Keselamatan Harus Dicapai dengan Perbuatan Baik

Banyak orang berpikir masuk surga cukup dengan:

  • Menjadi orang baik.

  • Melakukan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan.

  • Mengikuti tradisi agama.

Tetapi Yesus berkata:

“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6)

Keselamatan melalui iman saja terdengar terlalu mudah, sehingga banyak orang menolaknya karena ingin mendapatkannya dengan usaha sendiri.

2. Pintu Sempit Mengharuskan Kita Menyerah kepada Tuhan

“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Lukas 9:23)

Iman kepada Yesus berarti menyerahkan kendali hidup kita kepada-Nya. Tetapi ini sulit karena:

  • Kesombongan menolak merendahkan diri di hadapan Tuhan.

  • Keinginan untuk mandiri membuat kita sulit bersandar kepada Yesus.

  • Dosa menghalangi kita untuk sepenuhnya tunduk kepada Tuhan.

Banyak orang menolak masuk melalui pintu sempit karena tidak mau menyerahkan kendali hidup mereka kepada Yesus.

3. Banyak yang Berusaha Masuk, Tapi dengan Cara yang Salah

Yesus memperingatkan bahwa banyak orang akan berusaha masuk, tetapi gagal:

“Setelah tuan rumah bangkit dan menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuhan, bukakanlah kami pintu! Tetapi Ia akan berkata: Aku tidak tahu dari mana kamu datang.” (Lukas 13:25)

“Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kami. Tetapi Ia akan berkata: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!” (Lukas 13:26-27)

Mereka berusaha masuk, tetapi gagal karena tidak benar-benar mengenal Yesus:

  • Mereka dekat dengan Yesus, tapi tidak memiliki hubungan pribadi.

  • Mereka mendengar pengajaran-Nya, tapi tidak sungguh-sungguh percaya.

  • Mereka mengira cukup mengenal Yesus, tanpa hidup dalam iman kepada-Nya.

Keselamatan bukan soal mengenal tentang Yesus, tetapi sungguh-sungguh percaya kepada-Nya.

“Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 6:40)

Kesimpulan: Allah Tidak Membuatnya Sulit, Kitalah yang Mempersulitnya

Allah membuat jalan keselamatan itu sederhana: Percaya kepada Yesus. Tapi manusia sering menolaknya karena terjebak dalam kesombongan, kemandirian, atau cara berpikir duniawi.

Pintu sempit bukan sulit dimasuki—hanya saja sedikit yang bersedia melepaskan diri dari ego dan dosa untuk benar-benar berserah kepada Tuhan.

Keselamatan Adalah Awal: Hidup dalam Kepenuhan Kerajaan Allah

Keselamatan adalah anugerah dari Allah, diberikan secara cuma-cuma bagi setiap orang yang percaya kepada Yesus. Namun, keselamatan bukanlah tujuan akhir, melainkan awal perjalanan menuju hidup yang penuh di dalam Kerajaan-Nya.

“Pencuri datang hanya untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10)

Yesus tidak hanya berbicara tentang hidup kekal di masa depan—Ia mengajarkan bahwa Kerajaan Allah sudah hadir di tengah-tengah kita:

“Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Markus 1:15)

Bagaimana kita menerima hidup yang penuh ini dan berjalan dalam kehidupan Kerajaan?

1. Khotbah di Bukit: Pedoman Hidup dalam Kerajaan

Yesus memberikan prinsip-prinsip kehidupan Kerajaan dalam Khotbah di Bukit (Matius 5–7). Ia menggambarkan hidup yang:

  • Dipenuhi kebenaran (Matius 5:6)

  • Dilandasi kerendahan hati, belas kasih, dan kemurnian hati (Matius 5:3-12)

  • Terbebas dari kekhawatiran dan berpusat pada kehendak Allah (Matius 6:25-33)

  • Dibangun di atas dasar ketaatan (Matius 7:24-27)

Hidup ini bukan tentang berusaha memperoleh keselamatan—Yesus telah menebus kita. Sebaliknya, ini tentang bagaimana kita hidup sebagai anak-anak Kerajaan, menikmati sukacita, damai sejahtera, dan kuasa yang Allah sediakan.

2. Jalan Sempit Menuju Kehidupan, Jalan Lebar Menuju Kehancuran

Yesus memberi peringatan tegas tentang pilihan hidup kita:

“Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya. Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” (Matius 7:13-14)

Perhatikan: Yesus tidak mengatakan jalan yang lebar membawa kepada kematian (death/thanatos), tetapi kepada kehancuran (destruction/apóleia). Apa maksudnya?

  • Kematian berarti keterpisahan kekal dari Allah (kematian rohani).

  • Kebinasaan berarti kehancuran, penderitaan, dan akibat dari hidup di luar kebijaksanaan Allah.

Bahkan jika seseorang sudah diselamatkan, pilihan hidup yang salah masih dapat membawa kehancuran:

  • Orang percaya yang memilih keserakahan akan mengalami kehampaan dan hubungan yang rusak.

  • Orang percaya yang mengabaikan kebijaksanaan Allah dalam kemurnian mungkin mengalami kehancuran moral dan luka batin.

  • Orang percaya yang menolak mengampuni akan hidup dalam kepahitan dan kegelisahan.

Keselamatan menjamin hidup kekal, tetapi kualitas hidup di dunia ini ditentukan oleh pilihan yang kita buat.

3. Bapa Memberikan Penolong: Roh Kudus

Allah tahu bahwa menjalani jalan sempit bukanlah hal yang mudah. Karena itu, Ia tidak meninggalkan kita berjuang sendirian. Sebaliknya, Ia mengutus Roh Kudus sebagai Penolong, Pembimbing, dan Pengajar kita:

“Aku akan meminta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (Yohanes 14:16)

“Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.” (Yohanes 16:13)

Roh Kudus:

  • Mengajarkan bagaimana hidup dalam kekudusan (Yohanes 14:26).

  • Menyadarkan ketika kita menyimpang (Yohanes 16:8).

  • Memampukan kita menjalani kehendak Allah (Kisah Para Rasul 1:8).

Tanpa bimbingan Roh Kudus, kita akan berjuang sendiri. Tetapi jika kita taat kepada-Nya, kita akan mengalami hidup yang penuh dalam Kerajaan Allah—hidup dalam sukacita, damai sejahtera, dan kebenaran di dalam Roh Kudus (Roma 14:17).

Kesimpulan: Anugerah Keselamatan dan Kepenuhan Hidup

Keselamatan adalah anugerah dari Allah, dan apa yang diberikan-Nya tidak akan diambil kembali. Firman Tuhan menegaskan kebenaran ini:

“Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya.” (Roma 11:29)

Ketika kita menerima hidup yang kekal melalui iman kepada Yesus, keselamatan itu pasti dan terjamin, tidak bergantung pada usaha atau perbuatan kita.

Perbuatan Baik dan Hukum Taurat Tidak Dapat Menyelamatkan

Yesus menegaskan bahwa ketaatan pada hukum Taurat saja tidak cukup untuk memperoleh keselamatan. Ketika seorang pemuda kaya bertanya bagaimana memperoleh hidup kekal, Yesus menunjukkan bahwa usaha manusia tidak akan pernah cukup:

“Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” (Matius 19:26)

Tidak ada jumlah perbuatan baik, ritual keagamaan, atau ketaatan pada hukum yang bisa menghasilkan keselamatan—itu hanya mungkin terjadi karena kasih karunia Allah.

Hidup dalam Kepenuhan yang Allah Sediakan

Sekarang, setelah diselamatkan, kita dipanggil untuk menikmati kepenuhan hidup yang telah disiapkan Bapa bagi kita:

  • Hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus.

  • Hidup yang berjalan dalam kebijaksanaan Kerajaan Allah.

  • Hidup yang bebas dari kehancuran dosa, penuh damai, dan sukacita.

Seperti yang Yesus katakan:

“Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yohanes 10:10)

Mari kita berjalan dalam hidup yang berkelimpahan, mempercayai kasih karunia Allah, mengikuti tuntunan Roh Kudus, dan menikmati kasih Bapa yang melampaui segala yang dapat kita bayangkan.