Bukan yang Banyak Tahu, tapi yang Banyak Menangis: Berhenti menilai dengan mata sendiri, mulai melihat dengan hati-Nya

Apa yang kita anggap benar belum tentu berkenan di hadapan Tuhan. Apa yang kita pandang rendah, bisa jadi justru berharga di mata-Nya. Cara Yesus melihat sering kali berlawanan dengan cara kita menilai. Malam ini, mari belajar melihat perbedaan itu — dan temukan apa yang benar di mata Tuhan.

PEMAHAMAN FIRMAN

7/25/2025

Renungan dari Lukas 7:36–39

Simon adalah seorang Farisi — orang saleh di mata masyarakat. Ia tahu hukum Taurat, tahu ajaran nabi-nabi, bahkan cukup “rohani” untuk mengundang Yesus makan di rumahnya.

Namun, yang mengejutkan adalah ini:

Simon mengundang Yesus, tapi tidak menyambut-Nya dengan kasih.

Tidak ada ciuman selamat datang.

Tidak ada air untuk mencuci kaki-Nya.

Tidak ada minyak untuk menyegarkan kepala-Nya.

Dalam budaya Yahudi saat itu, ini seperti mengundang seseorang ke rumah lalu bersikap sopan di luar, tapi dingin di dalam.

Kadang kita juga seperti Simon.

Kita undang Yesus ke dalam hidup kita, tapi hanya sebagai tamu kehormatan formalitas, bukan sebagai Tuan rumah hati kita.

Apakah mungkin kita rajin ke gereja, baca Alkitab, ikut pelayanan...

Tapi hati kita sudah lama tidak menyambut Dia dengan kasih yang hangat?

Lalu datanglah seorang perempuan berdosa.

Ia tidak diundang. Tapi dia datang dengan air mata.

Dia tidak banyak bicara. Tapi kasih dan pertobatannya bicara lebih keras dari semua teori.

Simon menilai: “Kalau Yesus nabi, Dia tidak akan membiarkan diri-Nya disentuh oleh wanita seperti itu.”

Tapi Yesus justru melihat lebih dalam.

Simon hanya melihat dosa di masa lalu.

Yesus melihat kasih dan pertobatan hari ini.

📌 Simon melihat aib.

📌 Yesus melihat air mata.

🪞 Refleksi Hari Ini:

Apakah kita juga menilai orang dari masa lalunya?

Apakah kita punya ekspektasi terhadap Yesus yang lebih cocok dengan keinginan kita, bukan hati-Nya?

Ketika kita melihat orang berdosa… apakah kita lebih mirip Simon — atau Yesus?

🙏 Doa Singkat:

Tuhan, ampuni aku jika aku mulai mengundang-Mu tanpa menyambut-Mu dengan kasih.

Lembutkan hatiku agar tidak seperti Simon si Farisi — tahu banyak, tapi tidak peka.

Ajari aku untuk melihat seperti Engkau melihat: bukan dari masa lalu seseorang, tapi dari pertobatan hari ini.

Dalam nama Yesus, amin.

📖 Kasih Besar Lahir dari Hati yang Sadar Telah Diampuni

Renungan dari Lukas 7:40–50

Simon dalam hatinya meragukan Yesus. Tapi Yesus, seperti biasa, tahu isi hati manusia.

Dia menanggapinya — bukan dengan kemarahan, tapi dengan cerita.

“Ada dua orang yang berhutang.

Satu berhutang 500 dinar, yang lain 50.

Keduanya tidak bisa membayar. Lalu hutang mereka dihapuskan.

Siapa yang akan lebih mengasihi sang pemberi hutang?”

Simon menjawab: “Yang lebih banyak diampuni.”

Yesus mengangguk.

Lalu menatap si perempuan, dan dengan lembut, membandingkannya dengan Simon sendiri.

🔍 Semua Berhutang, Tapi Tidak Semua Menyadarinya

Kedua orang dalam perumpamaan itu sama-sama tidak mampu bayar.

Perbedaannya hanya satu: yang satu sadar, yang satu tidak.

Yang satu datang dengan air mata. Yang lain duduk tenang, merasa “tidak separah itu.”

Simon memang berdosa. Tapi karena dosanya tampak kecil di mata manusia, dia juga merasa tidak perlu banyak kasih.

Kadang kita lupa… bukan besarnya dosa yang membuat kita jauh dari Tuhan,

tapi rasa cukup diri yang membuat kita tidak merasa butuh kasih karunia-Nya.

🧡 Kasih Bukan Bukti Kehebatan, Tapi Bukti Kesadaran

Yesus tidak berkata bahwa perempuan itu diampuni karena mengasihi.

Justru sebaliknya:

Dia mengasihi karena tahu bahwa dirinya sudah diampuni.

Kasih yang sejati bukan lahir dari kebanggaan rohani atau rutinitas religius,

tapi dari kesadaran yang dalam bahwa kita seharusnya binasa — tapi Tuhan mengampuni kita.

👁️ Farisi Lihat Dosa, Yesus Lihat Iman

Simon melihat wanita itu sebagai najis dan menjijikkan.

Tapi Yesus melihatnya sebagai seorang yang percaya dan berserah sepenuhnya.

Dunia mungkin masih menuduh: “Kamu pendosa!”

Tapi Yesus berkata:

“Imanmu telah menyelamatkanmu. Pergilah dengan selamat.”

🪞 Refleksi Hari Ini:

Apakah aku merasa hanya “sedikit” diampuni, sehingga kasihku kepada Tuhan juga “sedikit”?

Apakah aku lebih tertarik menilai orang lain, daripada mengingat betapa besar Tuhan telah mengampuni diriku?

Apakah kasihku kepada Tuhan lahir dari rasa syukur yang dalam, atau hanya kebiasaan yang sudah terbentuk?

Yang merasa sedikit diampuni, akan mengasihi sedikit.

Tapi yang sadar bahwa dirinya telah diampuni besar, akan mengasihi tanpa malu.

🙏 Doa Singkat:

Tuhan, ampuni aku kalau aku mulai merasa cukup baik di hadapan-Mu.

Lembutkan hatiku untuk selalu sadar bahwa tanpa pengampunan-Mu, aku tidak bisa berdiri.

Biarkan kasihku kepada-Mu bukan lahir dari kewajiban, tapi dari kekaguman akan kasih-Mu yang begitu besar.

Dalam nama Yesus, aku berdoa. Amin.

📖 Melihat dengan Mata Tuhan

Renungan dari Lukas 7:50

“Imanmu telah menyelamatkanmu. Pergilah dengan selamat.” (Lukas 7:50)

Perempuan berdosa itu tidak diusir. Dia juga tidak dipermalukan.

Yesus tidak menuntut penjelasan darinya, tidak mengorek masa lalunya.

Sebaliknya, Yesus mengangkatnya, membenarkannya, dan mengutusnya pulang dalam damai.

Simon masih duduk. Masih sopan. Masih saleh.

Tapi tidak berubah.

🔄 Kontras yang Mengusik

Hari ini pun, banyak gereja seperti Simon.

Mereka merasa seperti bahtera terakhir. Tempat paling benar.

“Kami pelajar Alkitab sejati.

Di luar sana najis, sesat, dan layak ditinggalkan.”

Namun jika Yesus hadir secara fisik hari ini,

Apakah Dia akan duduk di barisan depan gereja, mengangguk pada pengajaran yang benar?

Atau...

Akankah kita menemukan Dia di kafe berasap rokok, duduk diam-diam dengan seorang wanita yang baru saja hancur karena dosa,

atau memegang tangan seorang pria yang kecanduan narkoba — bukan untuk menyetujui, tapi untuk memanggil dengan kasih agar bertobat dan kembali?

🧠 Kekudusan Tanpa Kasih adalah Kesombongan

Orang Farisi sangat menjunjung kekudusan.

Tapi mereka lupa: Yang Kudus itu penuh kasih.

Kekudusan tanpa belas kasihan bukanlah kekudusan.

Itu hanya kesombongan rohani yang dibungkus keagamaan.

🪞 Refleksi Akhir: Siapa yang Kita Pandang?

Apakah aku melihat seperti Tuhan melihat?

Atau masih seperti Simon — menilai siapa yang pantas didekati, siapa yang layak diajar, siapa yang boleh ditegur?

Apakah aku ke gereja untuk belajar lebih banyak,

atau untuk mengasihi lebih dalam?

🔚 Kesimpulan Devosional

Orang Farisi bukan gagal karena kurang perbuatan.

Mereka gagal karena hatinya kekurangan kasih.

Tuhan tidak mencari orang yang tahu paling banyak.

Dia mencari orang yang paling sadar bahwa tanpa pengampunan, kita semua binasa.

Yang banyak tahu belum tentu dekat.

Tapi yang banyak menangis — itulah yang dekat di kaki-Nya.

📣 Ajakan Terakhir: Ubah Cara Pandangmu

Apakah kamu datang ke gereja hanya untuk menambah pengetahuan dan memperkaya doktrin?

Atau kamu sadar bahwa Tuhan memanggilmu untuk menjadi terang dunia —

bukan hanya untuk duduk dan belajar,

tapi untuk pergi… dan membagikan terang itu ke gereja-gereja yang masih bergumul memahami kebenaran-Nya.

Tuhan tidak memanggilmu hanya untuk tahu lebih banyak.

Dia memanggilmu untuk mengasihi lebih dalam dan membawa terang-Nya lebih luas.